Niqab atau sering disebut cadar menjadi trending topik yang masih hangat diperbincangkan dewasa ini. Terjadi kontroversi argumentasi yang muncul ketika membahas hal ini. Dilihat dari kondisi sosial dan kultur kebudayaan bangsa Indonesia yang majemuk, tentu sangat wajar terjadi perbedaan pandangan. Atas dasar pro dan kontra yang terjadi, tentu hal ini menjadi kajian yang menarik dibahas oleh khalayak umum, terkhusus kaum hawa.
Berbicara tentang cadar, masyarakat pasti sudah sangat familiar dengan berita yang belum lama viral di kalangan warganet. Pawai anak TK yang menggunakan cadar dan membawa senjata di Probolinggo yang dilaksanakan dalam rangka HUT RI ke-73 tersebut mengundang banyak komentar negatif. Banyak orang menganggap kegiatan tersebut merupakan pengajaran dan penyebaran faham radikalisme dan terorisme. Sehingga, untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu adanya pemeriksaan dan penyelidikan khusus atas kasus tersebut.
Setelah diwawancarai wartawan, kepala sekolah TK Kartika V 69 tersebut memberikan penjelasan bahwa seragam yang dikenakan anak didiknya saat pawai budaya, bukan seragam baru, melainkan memfungsikan seragam lama yang dimiliki sekolahnya untuk menghemat beban biaya wali murid. Ia juga menegaskan tidak ada niatan untuk mengajarkan kekerasan kepada anak didiknya, apalagi yang berbau terorisme.
“Anak-anak mengenakan seragam pawai bercadar dan menenteng senjata itu mengangkat tema Perjuangan Bersama Rosulullah Untuk Meningkatkan Iman dan Taqwa. Bukan menunjukkan hal yang berbau teroris yang dimaksud warganet, saya minta maaf kalau memang saya salah,” tegasnya saat ditemui wartawan.
Dari kasus tersebut, dapat ditemukan banyak anggapan miring terkait cadar atau niqab itu sendiri. Hakikatnya, cadar adalah kain penutup kepala atau muka (bagi perempuan). Niqab (Arab: نقاب, niqāb) adalah istilah syar’i untuk cadar yaitu sejenis kain yang digunakan untuk menutupi wajah. Niqab dikenakan oleh sebagian kaum perempuan Muslimah sebagai kesatuan dengan jilbab (hijab). Niqab banyak dipakai wanita di negara-negara Arab sekitar Teluk Persia seperti Arab Saudi, Yaman, Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman dan Uni Emirat Arab. Ia juga biasa di Pakistan dan beberapa wanita Muslim di Barat.
Asal Usul Cadar Wanita
Umat Islam menganggap cadar berasal dari budaya masyarakat Arab yang akhirnya menjadi pembahasan dalam Islam. Asal-usul cadar semakin ditujukan kepada bangsa Arab sebagai budaya mereka. Padahal bisa terjadi tradisi cadar tidak berasal dari mereka.
Cadar sebenarnya telah digunakan sebelum Islam datang. Saat itu, cadar merupakan jenis pakaian yang digunakan oleh perempuan di wilayah gurun pasir. Hal ini diketahui dari beberapa sumber. Salah satunya adalah riwayat dari Abdullah bin Umar. Dalam riwayat itu, Aisyah bertemu Nabi Muhammad ketika Aisyah menggunakan cadar. Aisyah merupakan istri Nabi Muhammad.
“Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra bahwa ia berkata, “Ketika Nabi Muhammad SAW menikahi Shafiyyah, beliau melihat Aisyah mengenakan niqab (cadar) di tengah kerumunan para sahabat dan Nabi mengenalnya.” (Ibn Sa’d, thabaqat).
Setelah Islam datang, penggunaan cadar ini terus berlangsung. Meski begitu, Nabi Muhammad pada saat itu tidak mempermasalahkan model pakaian tersebut. Dengan kata lain, tidak ada aturan untuk perempuan muslim menggunakan cadar. Jadi, cadar diartikan hanya sebatas jenis pakaian yang dikenal dan dipakai oleh sebagian perempuan.
Meski begitu, perdebatan soal cadar terus berkembang. Perdebatan ini mengenai hukum penggunaan cadar. Menurutnya, hukum tersebut dianggap berkaitan dengan aurat perempuan. Jadi perbedaan penafsiran soal aurat inilah yang kemudian menyebabkan perbedaan pendapat.
Berdasarkan perbedaan tersebut, tidak heran jika ada kalangan yang menggunakan cadar atau pun tidak. Dirasa hal itu adalah wajar selagi punya dasar masing-masing. Tidak terpuji ketika saling mendiskriminasi satu dengan yang lain. Hal ini pasti berujung pada perpecahan yang tidak diinginkan.
Namun, permasalahan cadar ini juga tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial dan budaya masyarakat di suatu wilayah. Jika kultur budaya wilayah tersebut asing dengan penggunaan cadar itu sendiri, sebab ada alasan tertentu semisal rawan radikalisme atau terorisme, maka mengambil maslahat atau mencegah hal tersebut tentu lebih baik. Kaidah Fiqh berikut sesuai dengan uraian tersebut.
درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح
“Menolak mudharat (bahaya) lebih didahulukan dari mengambil manfaat”.
Dengan begitu, persoalan cadar di Indonesia yang menjadi sorotan publik dan terkesan sensitif, menjadi hal yang maklum. Dilihat dari karakter budaya Indonesia sendiri, katakan berbeda dengan bangsa Arab. Sehingga, kaum bercadar di Indonesia harus siap mendapat komentar yang sangat plural dari masyarakat. Namun, hal tersebut seharusnya tidak menjadikan hal serius yang kemudian berujung pada konflik antar saudara.
Oleh : Edi Susanto